Profile

ELVIRA
Elvira Chairunisa
A beautiful name you will not forget
My nicks are: Vira or Moli
& my birthday is on 5/6/90
So wish me happy birthday on that day!
Yeah, & give me presents tooo!

Music

Your music code here! =)

please don't go away
Rabu, 07 April 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pemilu adalah indikasi beberapa hal: popularitas atau terpuruknya pemerintah dan
kecenderungan politik lainnya. Dalam negara yang kompleks seperti Indonesia, pemilu juga melibatkan usaha kelompok dalam elit yang berkuasa untuk mempertahankan kemenangannya atau upaya mereka yang telah tenggelam untuk tampil kembali. Sejak jatuhnya Suharto tahun 1998, elit militer telah banyak kehilangan kekuatan politiknya dan sekarang mereka secara resmi disingkirkan dari arena politik. Karena itu bukan suatu kebetulan kalau banyak pensiunan perwira, terutama mantan jenderal angkatan darat, yang ingin kembali ke panggung politik. Banyak yang sudah menjadi calon legislatif dalam pemilu 2009 sementara beberapa kaliber berat telah melangkah menuju pemilihan presiden yang akan diadakan kemudian. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang bagaimana peranan militer dalam pemilu yang diadakan di Indonesia.

1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana peran militer dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia?

1.3.Tujuan Penulisan
Mengetahui bagaimana peran militer dalam pelaksanaan Pemilu Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Politik

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.

Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.

Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada. Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.

Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).

Pengertian politik dari para ilmuwan:

Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya.” (The science which is concerned with the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its development).

Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.” (Political science is the study of the state, its aims and purposes … the institutions by which these are going to be realized, its relations with its individual members, and other states …).

J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara … yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”
Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society).

Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”

W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, … yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik … tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.” (Political science is concerned with the study of power in society … its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist … centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power of influence over other, or to resist that exercise).

Karl W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.” (Politics is the making of decision by public means).

David Easton dalam buku The Political System: “Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum.” Menurutnya “Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society).

Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat memengaruhi negara.” (Political science is that specialized social science that studies the nature and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the state).

Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.”

Kosasih Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan: “Ilmu politik yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik melahirkan sejumlah teori mengenai cara memperoleh dan melaksanakan kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak dapat lepas dari kekuasaan, sebab memengaruhi seseorang atau sekelompok orang dapat menampilkan laku seperti yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang memengaruhi.”

Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa “Sifat terpenting dari bidang politik adalah penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan.” Idrus Affandi mendefinisikan: “Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan manusia yang hidup teratur dan memiliki tujuan yang sama dalam ikatan negara.”

Masih banyak pengertian tentang politik dan atau ilmu politik yang disampaikan para ahli. Namun dari yang sudah terkutip kiranya dapat dipahami bahwa politik secara teoritis meliputi keseluruhan azas dan ciri khas dari negara tanpa membahas aktivitas dan tujuan yang akan dicapai negara. Sedangkan secara praktis, politik mempelajari negara sebagai suatu lembaga yang bergerak dengan fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan tertentu (negara sebagai lembaga yang dinamis).

2.2. Jatuh Bangunnya Calon-Calon Militer dalam Pemilu Indonesia

Jatuh bangunnya calon-calon militer dalam Pemilu Indonesia dapat diinterpretasikan dalam beberapa cara. Selama lebih dari tiga dekade, Suharto memimpin kediktatoran militer dengan dwifungsi sebagai doktrin utamanya. Dwifungsi memberi militer hak untuk bermain dalam politik, yang kemudian dieksploitasi dalam skala besar. Meskipun anggota angkatan bersenjata tak diperbolehkan memilih, mereka diberi jatah 100 kursi dalam DPR dan DPRD. Tetapi, setelah jatuhnya Suharto, dwifungsi dilempar masuk ke tong sampah sejarah. Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah memiliki beberapa pengalaman mengenai keterlibatan militer dalam politik.

Selama apa yang disebut sebagai jaman liberal (1952-1959), militer tak puas disingkirkan dari panggung politik dan membentuk partai politik mereka sendiri, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) yang tampil dengan menyedihkan dalam pemilu1955.
Aspirasi politik mereka kembali muncul setelah beberapa organisasi militer mendirikan platform baru bernama Golkar (Golongan Karya) pada tahun 1964. Maksudnya adalah agar Golkar dapat menghadapi pengaruh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang kian besar. Golkar menjadi mesin politik yang ampuh Bagi Suharto dan jenderal-jenderalnya setelah mereka merebut kekuasaan pada Bulan Oktober 1965 dan menyingkirkan gerakan sayap kiri. Selama lebih dari 30 tahun Golkar tetap menjadi satu-satunya kendaraan politik militer, tetapi partai ini secara konstan direcoki oleh pergulatan kekuasaan internal. Pada tahun 1990-an, Suharto kian terisolasi dan memutuskan untuk “menyipilkan” pucuk pimpinan Golkar. Tahun 1993 ia menunjuk Harmoko, seorang sipil, sebagai ketua, dan lima tahun kemudian, Akbar Tandjung mengambil alih.

Tahun lalu, Jusuf Kalla, wakil presiden Indonesia, terpilih sebagai ketua partai.
Perkembangan ini mengantarkan keterlibatan militer dalam politik menuju fase ketiga dengan peran yang kini melemah, beberapa jenderal utama mulai mendirikan organisasi politik di luar Golkar. Ada politisi senior yang berkilah bahwa memasang jenderal dalam pemilu merupakan hal positif karena kalangan sipil kurang memiliki wewenang dan lemah dalam pengambilan keputusan. Tetapi ada jauh lebih banyak hal dari itu. Banyak perwira yang dengan tegas meyakini bahwa militer adalah satu-satunya kekuatan yang dapat melindungi integritas negara dan politisi selalu membuat hal menjadi kacau. Ini tak diragukan lagi merupakan kerangka kerja ideologis dan pemikiran pensiunan jenderal seperti Wiranto, Prabowo dan banyak lagi. Sudah pasti benar bahwa militer tetap merupakan institusi terkuat di Indonesia dan bahwa penyelenggara pemerintahan yang memiliki kemauan kuat, otoriter dan tangguh sering kali muncul dari jajaran ini. Selama Orde Baru di bawah Suharto yang berlangsung sedemikian lama, suatu kasta penyelenggara pemerintahan militer telah tercipta. Di Indonesia sekarang ini, banyak penyelenggara pemerintahan baru yang merupakan warga sipil, yang terpilih melalui proses demokrasi, tetapi mereka sering kali dipandang tak dapat memutuskan dan lemah dibandingkan dengan penguasa yang otoriter di masa lalu.
07.49

Tagbox






Affiliates


Kikih
Intan
Maya
Okti
Sally
Nining
Fren


Layout by Kikih
Resources Amelia